Tradisi Addinging-Dinging

  • 17 November 2020
  • 12:00 WITA
  • AAH
  • Berita

Khadijah Tahir mahasiswi pasca prodi Dirasah Islamiyah, Konsentrasi Sejarah Peradaban Islam (SPI) melakukan ujian hasil melalui daring via Zoom. Judul penelitiannya tentang Tradisi Addinging-Dinging di Tambung Batua Desa Romangloe Kecamatan Bontomarannu Kabupaten Gowa (Tinjauan Sosio-Kultural).

Ujian hasil ini dihadiri oleh Prof. Dr. H. Abdul Rahim Yunus M.A. dan Dr. H. Abduh Wahid M.Th.I selaku penguji utama, bapak Dr. H. Abdullah Renre M.Ag. selaku promotor dan Ibu Dr. Hj. Syamzan Syukur M.Ag selaku Kopromotor  serta beberapa mahasiswa.

Dalam pembahasan peneliti memaparkan hasil penelitiannya mengenai eksistensi tradisi addinging-dinging, prosesi tradisi addinging-dinging dan tradisi addinging-dinging bertahan dalam konteks modern.  Peneliti memberi gambaran bahwa dalam tradisi addinging-dinging memiliki nilai-nilai seperti nilai religious, nilai kesadaran spiritual, nilai sosial (gotong royong), nilai budaya dan hiburan serta nilai ekonomi.  Peneliti juga mengatakan tradisi addinging-dinging sebagai bentuk menunaikan nazar kelimpahan panen, jodoh, kesembuhan dari sakit dan kesuksesan anak dimasa depan.

Prof Dr. H. Abdul Rahim Yunus M.A selaku penguji satu memberikan pemahaman bahwa penelitian itu harus memiliki tesis, anti tesis dan sintesa. Tesisnya tradisi addinging-dinging merupakan tradisi leluhur yang dipimpin oleh pinati, yang akan mendatangkan rejeki dan dianggap suatu yang benar. Anti tesisnya masyarakat disana secara keseluruhan memeluk agama Islam, yang punya budaya dan juga memiliki tuntunan kitab suci dikaitkan dengan tradisi addinging-dinging itu bertentangan dengan apa yang ada dalam Islam.  Sedangakan sintesanya tradisi addinging-dinging memiliki nilai-nilai religious, kesadaran spiritual, gotong royong, sosial budaya dan lain-lain. Prof Dr. H. Abdul Rahim Yunus M.A menambahkan agar peneliti harus mencari berapa persen keberhasilan atas nazar-nazar seseorang ketika mengikuti tradisi addinging-dinging. serta menganalisa kembali masyarakat yang ikut dalam tradisi adalah masyarakat berilmu atau masyarakat yang kurang pengalaman dengan dunia luar.

Bapak Dr. H. Abduh Wahid M.Th.I sebagai penguji dua mengatakan “daerah daratan tinggi bagian Malino termasuk daerah yang masih sangat kental tradisi-tradisi nenek moyang”. Maka memberi saran kepada peneliti agar memperkuat dari segi sejarah masa lalu sebelum Islam. Karena tradisi addinging-dinging merupakan tradisi leluhur pra Islam.

Pendapat prof Rahim disetujui oleh Ibu Dr. Hj Syamzan Syukur M.Ag selaku kopromotor beliau mengatakan “sangat menarik yang disampaikan oleh Prof Rahim bahwa peneliti harus mampu menganalisa kembali persentasi keberhasilan seseorang apabila mengikuti tradisi addinging-dinging.” Ibu Syamzan menambahkan agar memperjelas orang yang memimpin adat (pinati), biasanya adalah seorang laki-laki dan pada tradisi addinging-dinging dipimpin oleh pinati seorang perempuan, ini bisa dianalisa kembali terkait dengan kesetaraan gender.

Bapak Dr. H. Abdullah Renre M.Ag selaku promotor memberikan masukan untuk menganalisa kembali perubahan-perubahan dalam tradisi addinging-dinging yang terjadi sebelum dan sesudah Islam. Peneliti harus mampu memperlihatkan perbedaannya. Beliau juga berharap agar peneliti mengikuti semua saran dan masukan dari penguji juga pembimbing.