Fort Rotterdam dalam Tinjauan Sejarah

  • 16 November 2020
  • 12:00 WITA
  • AAH
  • Berita

Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar hari ini kembali melaksanakan Ujian Daring (online) ditengah masa pandemik Covid-19. Hal ini tidak mengurangi semangat dan tekad Mahasiswa-mahasiswi untuk menyelesaikan program magister. Merangkum dari pusat informasi Program Studi Dirasah Islamiyah Program Magister, salah satu konsentrasi di Pascasarjana UIN Alauddin Makassar yang sudah melaksanakan sidang daring pada Senin (16. Nov. 2020). Menurut Sekretaris Prodi (D.I) Dr. La Ode Ismail Ahmad, M. Th. I. mahasiswi yang berhasil menempuh sidang hasil Tesis secara daring adalah Nurul Fadilah, S.Hum.

Mahasiswi dengan judul Tesis “Fort Rotterdam (Studi Tentang Sejarah dan Pelestariannya Pasca Perjanjian Bongaya) di Makassar” menjadi salah satu mahasiswi yang telah berhasil melaksanakan sidang hasil daring. Sidang hasil Tesis yang dijalani Nurul Fadilah menggunakan aplikasi Zoom, ia mempresentasikan hasil Tesis dihadapan para dosen. Dosen yang bertindak selaku Promotor dan Kopromotor diantaranya Prof. Dr. H. M. Dahlan M, M.Ag dan Dr. Syamzan Syukur, M.Ag. sedangkan dewan penguji yakni Prof. Dr. H. Hasaruddin, S.Ag., M.Ag (penguji I) dan Dr. H. Abdullah Renre, M.Ag. (penguji II).

Adapun hasil dari penelitian tersebut secara garis besar, menunjukkan bahwa Pertama, Benteng Ujung Pandang dibangun oleh Kerajaan Gowa untuk mempertahankan kebesaran dan martabat kerajaan Gowa dari ancaman kolonial. Benteng ini merupakan salah satu benteng pengawal dari benteng induk Somba Opu yang merupakan pusat Kerajaan Gowa. Setelah kerajaan Gowa kalah dalam perang Makassar dan dikukuhkan dengan Perjanjian Bongaya 18 November 1667 maka benteng Ujung Pandang jatuh ke tangan VOC (Perhimpunan Dagang Hindia Belanda) dan berganti nama menjadi Fort Rotterdam kemudian benteng-benteng pengawal lainnya dihancurkan. Fort Rotterdam diambil alih oleh Kompeni Belanda dan menjadikan benteng sebagai pusat pertahanan, pusat perkantoran, tempat hunian dan yang paling utama adalah sebagai pusat niaga rempah-rempah dari timur ke barat. Kedua, Pelestarian benteng pasca Perjanjian Bongaya yakni pada masa pendudukan Jepang, benteng dijadikan sebagai pusat kegiatan penelitian bahasa dan pertanian, setelah itu pada tahun 1973 setelah kemerdekaan benteng beralih fungsi sebagai Lembaga Purbakala dan Peninggalan Nasional yang saat ini dikenal sebagai Balai Pelestarian Cagar Budaya dan Museum La Galigo.

Adapun komentar dan saran dewan promotor dan penguji yakni perbaikan analisis dan kritik mendalam terhadap sumber-sumber penelitian serta penekanan pada Peranan Fort Rotterdam pasca Perjanjian Bongaya sehingga hasil penelitian lebih rinci dan mudah dipahami oleh pembaca. Setelah melewati seluruh rangkaian sidang Hasil maka Nurul Fadilah dinyatakan Lulus serta dapat melanjutkan pada tahap selanjutnya (sidang tutup).